Senin, 17 Mei 2010

potensi insani Ali ardianto

Potensi insani ali ardianto
BAB I
PENDAHULUAN


Kata Al-Qur'an itu sendiri akar kata Qur'an memiliki pengertian lebih dari sekedar membaca karena tidak mensyaratkan adanya sebuah teks tertulis ketika pertama kali Nabi menerima wahyu itu. Al-Qur'an itu sendiri merupakan tuntutan dan pedoman bagi umat Islam. Al-Qur'an memiliki nama-nama lain seperti al-Kitab, al-Furqon, Al-Dzikr.
Adapun persoalan wahyu lebih sulit, khususnya jika orang ingin melampui dan memperbaharui ajaran-ajaran “ortodoks” yang diulang-ulang secara saleh dengan masing-masing tradisi monoestik. Konsepsi Islam tentang wahyu disebut tanzil (turun) sebuah metafora fundamental karena umat manusia yang berpandangan vertikal diundang untuk menuju Tuhan, transedensi.
Disini sebagaimana al-Quran merinci mekanisme wahyu dalam surat Asyura :
وما كان لبشر ان يكلمه الله الا وحيا او من وراء حجاب او يرسل رسولا فيوحي بإذنه ما يشاء انه علي حكيم

Ayat ini menjelaskan wahyu dari segi cara Allah menyampaikannya kepada para Nabi. Cara yang pertama dapat ber macam-macam. Menurut al-Biqa’i kata ( وحيا ) disini dapat mencakup pemberian informasi tanpa perantara dan dengan cara yang tersembunyi. Ia dapat juga berbentuk ilham atau mimpi atau juga dengan cara yang lain, baik Allah menganugerahkan kepada yang menerima wahyu itu kemampuan mendengar disini adalah peringkat tertinggi atau juga disertai dengan pandangan maupun tidak.


BAB II
PEMBAHASAN


A. Definisi Manusia
Manusia adalah salah satu mahluk Allah yang paling sempurna, baik dari segi aspek jasmaniyah lebih-lebih dari rohaniyahnya. Karena kesempurnaannya itulah, maka untuk dapat memahami, mengenal secara dalam dan totalitas dibutuhkan keahlian yang spesifik. Dan hal itu tidak mungkin dapat dilakukan tanpa melalui study yang panjang dan hati-hati tentang manusia melalui Al-Quran dan sudah tentu harus dibawah bimbingan dan petunjuk Allah. Serta paradigma kepada proses pertumbuhan dan perkembangan eksistensi diri yang terdapat pada para Nabi, Rasul, dan khususnya Nabi Muhammad.

B. Potensi Manusia
Manusia dihadapan Allah Ta'ala bukanlah seperti mahluk makhluknya yang lain akan tetapi seorang makhluk yang memiliki kelebihan luar biasa. Hal ini terbukti dengan jatuhnya pilihannya kepadanya sebagai “khalifah” yakni sebagai penggantinya dalam hal memanage alam dan ekosistem Ilahiyah yang Rahmatan Lil Alamin. Menaburkan potensi keselarasan, kemanfaatan, musyawarah dan kasih sayang ke seluruh penjuru alam, baik di bumi maupun di langit, di dunia maupun di akhirat.
Adapun potensi yang ada dalam diri manusia adalah :
1. Potensi Nur Ilahiyah
Nur Ilahiyah ini adalah potensi yang paling tinggi dan bersifat luas, gaib dan tidak terbatas, karena ia sangat dengan eksistensi Allah Ta'ala. Esensi dari Nur itu mengandung energi afal (perbuatan-perbuatan Allah), asma (nama-nama Allah) sifat Allah dan Dzat Allah. Apabila nur itu telah hadir dan meresap serta integritas dalam diri manusia, maka atas izin, qudrat dan iradatnya seluruh eksistensi keinsanannya akan menampakkan cahaya-cahayaitu, yang bertpotensi menghidupkan fungsi utamanya yaitu membersihkan, mensucikan, membeningkan, menerangi, menampakkan, menunjukkan, dan mengantarkan kepada kutub kebenaran yang hakiki yaitu wajah Dzat allah Ta’ala.
Apabila nur ilahiyah itu telah utuh dan sempurna hadir atas izinnya, maka fungsi-fungsi esensinya akan tampak pada :
1.1 Keimanan yaitu dengan Nur itu tersingkaplah hijab-hijab yang menutupi keyakinan dan rasa percaya kepada Allah ta’ala dan segala kekuasaannya.
1.2 Keislaman, yaitu dengan Nur itu tersingkaplah hakikat keislaman secara transedental yang dapat mengantarkan manusia kedalam kepasrahan dan lebur didalam keislamannya.
1.3 Keihsanan : yaitu dengan Nur itu tersingkaplah rahasia dan wajah ketuhanan yang bersifat kamil (sempurna), jalal (agung), jamal (cantik) dan Qahhar (perkasa)
1.4 Ketauhidan : yaitu dengan nur itu terbukalah hijab yang menutupi ketauhidan yang hakiki. Dan lengkaplah seorang hamba dalam wahdaniyatnya dan kekal bersama-Nya.
1.5 Kegelapan : yaitu dengan nur itu seluruh kegelapan yang menutupi ruh, jiwa, hati, nurani, akal fikiran, inderawi dan jasmani, semua akan terbuka dan menampakkan esensi dan keberadaannya yang hakiki, bersih, suci dan bercahaya.
Untuk mengembangkan kualitas dan kuantitas dari potensi nur (cahaya) itu, seorang hamba dapat berusaha dan memohon kepada Allah ta’ala seperti, firmannya :
öNèdâ‘qçR 4Ótëó¡o„ šú÷üt/ öNÍk‰É11‰÷ƒr& öNÍkÈ]»yJ÷ƒr'Î/ur tbqä9qà)tƒ !$uZ­/u‘ öNÏJø?r& $uZs9 $tRu‘qçR öÏÿøî$#ur !$uZs9 ( y7•RÎ) 4’n?tã Èe@à2 &äóÓx« ֍ƒÏ‰s% ÇÑÈ
Artinya :
cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah Kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. At-Tahrim, 66:8)

Adapun orang-orang yang tidak mengembangkan potensi nur (cahaya)nya, sebagaimana sejak zaman Azali Allah ta’ala telah menganugrahkan kepada mereka, maka kerugian, kekurangan dan ketidaksempurnaanlah yang akan mereka dapatkan di dalam hidup dan kehidupan ini.
2. Potensi Ruh Ilhiyah
Allah ta’ala berfirman dalam surat Al-Isra’ 17:85
štRqè=t«ó¡o„ur Ç`tã Çyr”9$# ( È@è% ßyr”9$# ô`ÏB ̍øBr& ’În1u‘ !$tBur OçFÏ?ré& z`ÏiB ÉOù=Ïèø9$# žwÎ) WxŠÎ=s% ÇÑÎÈ

Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".

Ayat ini turun karena adanya suatu peristiwa dimana orang-orang Yahudi menyuruh orang-orang Quraisy agar menanyakan kepada Rasulullah SAW, tentang “Ashaabul Kahfi", Dzul Qurnain, dan Ruh. Kemudian Allah Ta’ala menerangkan, khususnya cerita tentang Ashaabul Kahfi dan dzul Qurnain. Sedangkan jawaban dari pertanyaan mereka tentang Ruh adalah dengan turunnya ayat diatas. Masalah Ruh adalah masalah yang bersifat gaib dan tidak mudah begi seseorang yang belum cukup memiliki ilmu ketuhanan dan hakekat akan dapat menerima penjelasan Allah yang memang mereka belum mengalami dan meyakini dengan haqqul yakin tentang kebesaran dan kekuasaannya yang Maha Suci lagi Maha Luas.

3. Potensi Nafs Ilahiyah
Dalam perspektif bahasa kata “nafs” memiliki beberapa arti seperti jiwa, darah, badan, tubuh dan orang.
Dr. M. Quraish Shihab, M.A, menyatakan bahwa kata nafs dalam al-Quran mempunyai beberapa makna, sekali diartikan sebagai totalitas manusia.
Dalam kandungan firman Allah :
žcÎ) ©!$# Ÿw çŽÉitóム$tB BQöqs)Î/ 4Ó®Lym (#rçŽÉitóム$tB öNÍkŦàÿRr'Î/ 3

Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[768] yang ada pada diri mereka sendiri. (qs. Ar-Rad, 13:11)

Selanjutnya beliau mengatakan bahwa kata “nafs” yang digunakan juga untuk menunjuk kepada diri Tuhan (kalau istilah dapat diterima), seperti firmannya :
|=tGx. 4’n?tã ÏmÅ¡øÿtR spyJôm§9$# 4

Allah." dia Telah menetapkan atas Diri-Nya menganugerahkan rahmat. (QS. Al-"an'am : 6:12)

Pengertian nafs disini adalah yang berhubungan dengan eksistensi seorang manusia sebagai hamba Allah Ta’ala, hal mana ia memiliki potensi yang khusus dalam diri setiap hamba. Dalam literatur Tasawuf, nafs dikenal memiliki delapan kata ganti dari kecendurangan yang paling dekat pada tindakan buruk sampai ke tingkat kedekatan kepada kelembutan ilahi yakni :
1. Nasfu ammarah Bissu', yaitu kekuatan pendorong naluri sejalan dengan nafsu yang cenderung kepada keburukan, sebagaimana firmannya :
* !$tBur ä—Ìht/é& ûÓŤøÿtR 4 •bÎ) }§øÿ•Z9$# 8ou‘$•BV{ Ïäþq¡9$$Î/ žwÎ) $tB zOÏmu‘ þ’În1u‘ 4 •bÎ) ’În1u‘ Ö‘qàÿxî ×LìÏm§‘ ÇÎÌÈ

Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), Karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang. (QS. Yusuf, 6:53)

2. Nafsu lawwamah yaitu nafsu yang telah mempunyai rasa insaf dan menyesal sesudah melakukan pelanggaran.
3. Nafsu musawwalah yaitu nafsu yang telah dapat membedakan mana yang lebih baik dan mana yang buruk, tetapi ia lebih memilih yang buruk dan belum mampu memilih yang baik. Bahkan mencampur adukkan antara yang baik dan yang buruk.
4. Nafsu Mulhamah yaitu nafsu yang memperoleh ilham dari allah SWT, di karunia ilmu pengetahuan.
5. Nafsu Muthmaimah : yaitu nafsu yang telah mendapat tuntunan dan pemeliharaan yang baik sehingga jiwa menjadi tentram.
6. Nafsu Radhiyah yaitu nafsu yang ridha kepada Allah, yang mempunyai peranan yang penting dalam mewujudkan kesejahteraan.
7. Nafsu Mardhiyah yaitu nafsu yang telah mencapai ridha kepada Allah SWT.
8. Nafsu Kamilah yaitu nafsu yang telah sempurna bnetuk dan dasarnya, sudah dianggap cukup untuk mencapai irsyad yang menyempurnakan penghambaan diri kepada Allah SWT.

C. Hakikat Manusia sebagai Kholifah Di Bumi
Manusia memang diciptakan oleh Allah untuk menjadi kholifah di bumi. Manusia harus bida menjadi pemimpin bagi orang lain. Di dalam al-Quran disebutkan bahwa segala sesuatu diatas bumi ini berupa daya dan kemampuan yang diperoleh seorang manusia, hanyalah karunia dari Allah SWT. Dan Allah memang menjadikan manusia sebagai kahlifah di bumi dalam firman Allah :
Berdasarkan ini maka manusia bukanlah penguasa atau pemilik dirinya sendiri. Tetapi ia hanyalah khalifah atau sang pemilik yang sebenarnya. Di dalam al-Qur’an di sebutkan :

ߊ¼ãr#y‰»tƒ $¯RÎ) y7»oYù=yèy_ Zpxÿ‹Î=yz ’Îû ÇÚö‘F{$# Läl÷n$$sù tû÷üt/ Ä•$•Z9$# Èd,ptø:$$Î/ Ÿwur ÆìÎ7®Ks? 3“uqygø9$# y7¯=ÅÒãŠsù `tã È@‹Î6y™ «!$# 4

Hai Daud, Sesungguhnya kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah Keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, Karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. (QS. 38:26)

Berdasarkan ini maka manusia bukanlah penguasa atau pemilik dirinya sendiri, tetapi ia hanyalah khalifah atau sang pemilik yang sebenarnya. Didalam Al-Qur'an disebutkan :
øŒÎ)ur tA$s% š•/u‘ Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ’ÎoTÎ) ×@Ïã%y` ’Îû ÇÚö‘F{$# Zpxÿ‹Î=yz
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. (QS. AL-Baqarah : 30)

Akan tetapi sebuah negara tidak menjadi sebuah negara yang benar selama tidak mengikuti hukum sang pemilik sebenarnya.
Peran manusia di dunia ini banyak sekali seperti halnya dalam hal teknologi dan sains, pendidikan, perindustrian maupun pemerintahan. Disinilah fungsi manusia sebagai kholifah di bumi.

1 komentar: